Sejak ribuan tahun yang lalu beladiri muncul dan berkembang
sebagai bentuk kecerdasan otak dan akal dalam mempertahankan diri dari
lawan. Belajar beladiri bukan sekedar untuk olahraga biasa namun diakui
ataupun tidak sebagai kebutuhan untuk mampu mempertahankan diri dan juga
kelompoknya. Banyaknya jenis-jenis seni beladiri jaman sekarang membuat
ketertarikan terhadap banyak orang. Anak-anak usia dini lah yang patut
diberikan pelatihan khusus seni beladiri, bukan berarti anak kecil saja
yang dapat belajar beladiri namun dikarenakan anak kecil selalu menjadi
korban penculikan maupun pelecehan.
Memperkenalkan seni beladiri pada anak bukan untuk membuatnya
berkelahi, melainkan untuk melatih anak menjaga dirinya sendiri dari
orang jahat. Selain itu olahraga bela diri juga dapat mendukunng
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam segi fisik, membuat badan kuat
dan berisi serta tidak cepat lemas.
Banyak orang tua yang ragu, apakah mempelajari teknik beladiri sejak
dini adalah baik. Tentunya baik, bila orang tua mendaftarkan anak
kepelatihan dengan guru-guru pilihan maka anak akan belajar imu beladiri
dengan tepat. Bahkan bisa saja suatu saat nanti si kecil dapat
mengikuti olimpiade olahraga beladiri. Untuk anak-anak, beberapa
beladiri yang dapat diberikan sejak dini antara lain:
Karate dan Taekwondo
Karate berasal dari jepang sedangkan Taekwondo berasal dari Korea.
Seni beladiri ini mengandalkan kekuatan tangan dan kaki. Selain itu anak
di ajarkan filosofi dibalik macam-macam gerakan yang ada.
Wushu
Wushu tidak banyak mempelajari gerakan menyerang, tetapi lebih ke
gerakan mengelak dan menangkis lawan. Latihan pada anak lebih fokus pada
stimulasi motorik dan waktu berlatih bisa disesuaikan denga kemampuan
anak.
Aikido
Berbeda dengan beladiri pada umumnya yang lebih mengutamakan kekuatan
fisik dan stamina, aikido lebih mengutamakan latihan pada penguasaan
diri dan kesempurnaan teknik, teknik mengelak, mengunci lawan,
melemparbahkan membanting.
Sehingga, akan ada banyak sekali manfaat yang didapat anak-anak dan
pembelajaran dari beladiri. Bukan hanya untuk berkelahi dan bergaya yang
terkuat, namun beladiri merangsang kepekaan fisik dari anak, serta
mengajarkan penggunaan kekuatan yang tepat untuk membela diri, bukan
menyombongkan diri!
Pada anak TK (usia 4-5 tahun) dan SD kelas 1-2 (usia 6-7 tahun), latihan
karate lebih bersifat "permainan" yang menyiapkan gerakan tubuh dan
anggota tubuh, yang berguna sebagai DASAR dari latihan karate di usia
selanjutnya. Selain itu, latihan karate pada tahap ini pun sudah
menanamkan dasar-dasar SIKAP HORMAT kepada orang lain. Kepada mereka
ditanamkan sikap CINTA DAMAI dan TIDAK MEM-BULLY orang lain (yang lebih
lemah secara fisik dan mental dari mereka).
Pada anak SD kelas 3-6 (usia 8-11 tahun), SMP kelas 7-9 (usia 12-14
tahun), latihan karate sudah diberikan sesuai "standar yang sebenarnya"
(bukan lagi menggunakan metode "permainan" seperti pada tahap
sebelumnya). Ujian kenaikan KYU ("kenaikan sabuk") sudah bisa diterapkan
di tahap perkembangan ini. Bahkan bisa jadi sudah ada yang bisa menjadi
atlet karate (meskipun itu bukan satu-satunya tujuan, karena karate
mendidik AKAL + MENTAL + TEKNIK + FISIK + FILOSOFI; khusus untuk
FILOSOFI memang masih terbatas, disesuaikan dengan usia pada tahap ini).
Bahkan, latihan karate juga merupakan sarana "anti bullying".
Tahap berikutnya adalah SMA kelas 10-12 (usia 15-17 tahun) dan perguruan
tinggi (usia 18-22 tahun). Pada tahap ini diberikan latihan standar
seperti tersebut di atas, ditambah dengan penekanan pada FILOSOFI : apa
sebenarnya makna dan kegunaan karate bagi KEHIDUPAN & DUNIA KERJA.
Dengan demikian, meskipun nantinya mereka ini sudah memasuki dunia
kerja, mereka akan tetap melanjutkan latihan karate karena mereka sudah
PAHAM KAITAN / MANFAAT KARATE BAGI KEHIDUPAN & DUNIA KERJA (apapun
level jabatan / pekerjaannya : mulai dari STAF sampai SUPERVISOR,
MANAJER, DIREKTUR, bahkan KOMISARIS). Bahkan, latihan karate juga
berguna sebagai sarana "beladiri praktis".













Mendengar kata “beladiri”, boleh jadi yang terbayang di benak kita
adalah kekerasan yang melibatkan adu fisik. Tak heran jika banyak orang
tua “alergi” terhadap cabang olahraga yang satu ini. Jangankan untuk si
kecil yang masih TK, anaknya yang sudah besar pun kalau
bisa akan dicegah agar jangan sampai belajar beladiri apalagi masuk
kedalam klub beladiri. Nah, bila di sekolah anak kita ada kegiatan
tersebut, bukan tak mungkin ia akan ngotot ikut. Sementara kita khawatir
kesayangan kita bakal cedera atau malah kelak jadi tukang berantem.
ada yang bertanya kenapa serena yang cantik berlatih karate. Sebagai orang tua, saya bahkan mengarahkannya untuk latihan yang benar dan mengenalkan
berbagai jenis gerakan dalam berbagai bela diri. Hal ini bisa menjadi
penyaluran energi dan keingintahuan Serena yang luar biasa. Dari pada
sembunyi sembunyi dan jadi salah kenapa tidak sekalian mengenal dan
positif.
Bela diri bukan hanya Berantem saja. Setiap mempelajari ilmu
beladiri, ada hal positif yang bisa di ambil seperti konsentrasi. Karena disinilah inti dari setiap gerakan di
dalamnya. Jadi beladiri bukan berintikan pada kekerasan. Selain itu,
saat belajar beladiri kita melatih tingkat kewaspadaan, kemampuan
menganalisa situasi dan menyusun strategi saat keadaan tidak
menguntungkan.
Dalam sabdanya, Rasulullah memerintahkan: “Ajarilah anak-anakmu
berenang, memanah dan menunggang kuda”. (H.R bukhari muslim). Tiga hal
yang diperintahkan itu adalah pelajaran ketangkasan fisik. Jadi bukan
cuma aspek kognitif yang perlu diasah dari anak. Di era sekarang ini,
tentu saja bukan memanah lagi yang menjadi ketrampilan
survival tapi bagaimana membela diri yang baik bisa menjadi acuan pengganti.
Menurut Jerry Wykoff, dan Barbara C Unel dalam buku
Teachable Virtues: Practical Ways to Pass on Lessons of Virtue and Character to Your Children (Perigee, 1995) dan Dorothy Law dalam
Children Learn What They Live dikatakan
bahwa anak anak belajar tentang hidup dan bagaimana menjalaninya sejak
dini. Anak siatas usia empat tahun perlu diajarkan mengenal dan
mempunyai ketrampilan sendiri untuk menghadapi bahaya yang disebut
knowledge of sense of awareness. Meski kita tak mengharapkan si kecil
menghadapi keadaan bahaya, tapi penanaman sikap waspada bisa membantunya
merasakan hal-hal yang perlu diwaspadai atau mengundang bahaya.
Diatas empat tahun, mereka harus mulai melatih “kekuatan” dan
kemampuan untuk bertahan dan tahu akan bahaya. Mereka harus memiliki
kemampuan dan keahlian untuk menghadapi ketidak nyamanan, gangguan,
ancaman serta bahaya. Anak anak harus melatih tingkat peduli pada
lingkungan serta kewaspadaan sejak dini. Meskipun sebagai orang tua,
kita tidak pernah berharap anak anak benar benar akan menghadapinya.
Namun dengan latihan seperti ini, maka anak anak akan memiliki kesiapan
dan bisa menghindari situasi tersebut. Dari sini bisa dikatakan bahwa
anak beladiri sejak usia 5 tahun tidak masalah. Justru anak akan
mendapatkan banyak manfaat dari kegiatannya itu. Tidak usah cemas ia
bakal cedera atau jadi sok jagoan. Justru dari sini ia belajar disiplin
dan patuh. Perkembangan motoriknya pun makin baik. Selagi masih kecil
dalam masih mudah dibentuk, rasa tanggung jawab membuat kita mengarahkan
mereka pada jalan kebaikan.
Beladiri sebagai Olah Raga Ketahanan Fisik dan Mental
Memang, beladiri termasuk jenis olahraga pertarungan yang seringkali
melibatkan kontak fisik dengan orang lain yang dipandang menimbulkan
ancaman, lalu menyerang. Namun di balik tonjokan dan tendangannya,
beladiri juga mengandung disiplin, patuh, dan menonjolkan sifat
kependekaran yang mengutamakan moral. Selain filosofinya,segi moral dan
disiplin juga diajarkan. Dari menunggu giliran untuk praktek
tonjokan/tendangan, anak belajar untuk sabar dan disiplin. Sambil
diajarkan gerakan-gerakan beladiri, anak juga dilatih untuk patuh
mengikuti semua petunjuk dan sabar. Perlu adanya pendampingan dan
kebijakan pelatih tentu saja untuk menunjukan pada anak bahwa beladiri
bukan menyerang, memamerkan kepandaian menendang dan meninju tapi
mempertahankan diri, Sebaiknya, beladiri untuk anak ditekankan lebih
pada unsur olahraganya, bukan beladirinya. Bukan pada intensitas dan
kekuatan dari pukulan/tendangan tetapi lebi pada melihat posisi tubuh
yang benar dan baik. Hal ini juga bisa membantu pembentukan postur tubuh
yang baik pada anak dan membangun percaya dirinya.
Sebagai anak yang memiliki postur tubuh kecil, sejak awal sekolah maupun di lingkungan rumah, Khay tidak lepas dari
bully
teman temannya. Meskipun kawatir, saat melihat kejadian seperti ini,
sebagai ibu saya cenderung hanya mengawasi dari jauh. Sangat jarang saya
turun tangan membantu Khay menghadapi kejadian semacam ini. Menurut
saya, dalam dunia yang lebih luas lagi, anak saya mau tidak mau harus
berhadapan dengan berbagai “penindasan”. Inilah saatnya bagi Khay untuk
melatih kemampuannya bertahan dan membela diri.
Seorang anak yang jago bela diri tentu saja akan aman terhindar dari
penindasan anak seusianya. Tidak dapat dipungkiri kalau di dunia anak,
khususnya anak laki-laki, menjadi jagoan adalah sebuah nilai yang mereka
pandang hebat. Tak jarang untuk menunjukkan kejagoannya, seorang anak
melakukan bullying atau penindasan pada anak lain yang lebih lemah.
Seorang anak yang mempunyai kemampuan bela diri tentu akan segan di
bully
oleh anak lain.Tentu saja, semua ini harus dibarengi dengan
pendampingan dan pemahaman akan filosofi beladiri itu sendiri, sebagai
alat membela diri, bukan menindas dan melakukan
bully.
Anak harus menghadapi segala sesuatu dengan segenap kemampuannya,
berani berkata jujur dan benar, bertindak benar, berani berinisiatif,
berani menolong orang, berani mempertahankan haknya, dan sebagainya.
Berlatih beladiri bukan saja melatih jurus-jurus tetapi juga mentalnya.
Sebelum atau setelah latihan, para pelatih/orang tua harus mengajak anak
berbincang mengenai apa yang harus dilakukan di luar tempat latihan,
menanamkan dalam otak dan jiwa mereka untuk berlaku benar sebagai wujud
dari sikap ksatria
Pada dasarnya anak memiliki energi negatif. Mungkin karena ia
menyimpan kekesalan, kemarahan, kekecewaan, dan lainnya. Energi negatif
ini perlu penyaluran yang tepat. Nah, berlatih bela diri adalah salah
satu cara mengeluarkan energi negatifnya dengan cara positif. Ia bisa
memukul bantalan karet, berguling di atas matras, melompat, berteriak,
berlari, dan lainnya. Jika emosi negatifnya tersalurkan dengan baik,
maka secara emosi anak akan merasa lebih nyaman dan emosinya pun bisa
lebih stabil.
Secara fisik, tentu saja sebagai olahraga, beladiri akan membawa
kesehatan bagi tubuh. Seorang anak akan terbantu proses pertumbuhannya
dengan kondisi fisik yang bugar dan sehat. Beladiri sangat bermanfaat
bagi perkembangan motorik anak. Latihan tendangan, misal, bisa
memperkuat otot tungkai. Bukankah si kecil di usianya ini amat suka
menendang-nendang dan melompat seperti yang dilakukan tokoh-tokoh
idolanya di film-film? Dengan mengikuti latihan beladiri, anak belajar
teknik menendang dan melompat yang benar, hingga kemungkinan ia cedera
akibat meniru gerakan-gerakan si tokoh dapat diminimalisir.
Gerakan memukul, menendang, merunduk, melompat, menghindar, berputar,
berlatih keseimbangan, dan lainnya kerap diterapkan saat berlatih bela
diri. Belum lagi dengan gerakan-gerakan pemanasan atau gerakan untuk
menguatkan otot-otot, seperti berlari,
sit up, push up, berjalan jongkok, dan lainnya. Semua gerakan tersebut melatih motorik anak menjadi lebih kuat, cekatan, cepat dan tangkas.
Tubuh yang secara teratur diajak berolahraga secara otomatis akan
meningkatkan kebugarannya, karena otot-otot terlatih untuk bergerak,
tidak kaku, dan tidak mudah keseleo atau terkilir. Dengan begitu, sistem
metabolisme tubuhpun bekerja lebih baik yang membuat daya tahan tubuh
meningkat, sehingga anak tidak mudah sakit. Jadi, tubuhnya akan kembali
sehat.
Bela diri bukan sekedar latihan rutin begitu saja. Tapi dikenal
peningkatan jenjang. Biasanya dikenal pewarnaan pada sabuk yang
dikenakan pada baju latihan atau penamaan kedudukan. Peningkatan jenjang
ini adalah sebuah prestasi sendiri yang membawa kepuasan pada anak.
Selain itu, anak juga bisa mengikuti even-even perlombaan. Dan ini bisa
memacunya untuk berprestasi pada hal yang positif.
Mengajarkan Disiplin dan Kewaspadaan Melalui Beladiri
Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang
masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari
lingkungan. Latihan beladiri mengajarkan banyak kedisiplinan. Peraturan
yang melekat pada saat latihan seperti harus datang tepat waktu, membawa
baju latihan, serius dan konsentrasi, dan sebagainya adalah pengajaran
yang baik untuk anak. Tersedia hukuman bila anak melanggar. Bahkan pada
setiap latihan beladiri juga ada sumpah atau janji yang poinnya adalah
berbuat kebaikan. Seperti misalnya ikrar yang diucapkan sebelum atau
setelah latihan.
Setiap olahraga bela diri memiliki aturan masing-masing. Salah
satunya adalah anak harus disiplin. Ia harus datang tepat waktu,
mengikuti instruksi pelatih, harus memakai seragam, tidak boleh
bermain-main, harus bekerja sama dengan siswa, saling menghormati, tidak
boleh menggunakan kemampuan dengan sembarangan, menolong sesama, dan
sebagainya. Gerakan-gerakan pada latihan beladiri itu melatih
ketangkasan pada anak. Reflek saat menangkis serangan lawan, kuat
menerima pukulan di badan, gesit berkelebat dalam pertarungan, itu semua
akan didapatnya pada latihan yang disiplin.
Latihan seperti ini akan menguatkan serta meningkatkan kedisiplinan
dan komitmen anak. Tak mustahil anak juga akan menerapkan disiplin dan
komitmen pada hal lain, seperti mengerjakan tugas sekolah, belajar di
rumah, datang tepat waktu ke sekolah, menghormati teman, dan lainnya.
Anak diberi latihan-latihan yang bisa membantu pertumbuhan psikomotorik
dan menunjang kesehatannya. Sambil berjalan pembentukan moral sedikit
demi sedikit dilakukan melalui penanaman disiplin. Sifat kependekaran
pelan-pelan ditumbuhkan seperti tak menyerang lebih dulu, berani
mengakui kelemahan, dan sifat-sifat kependekaran lain yang menjunjung
moral dan disiplin.
Tentunya, dengan belajar beladiri, anak juga mengembangkan
sense of awareness.
Dia jadi punya sikap waspada terhadap lingkungan sekitar yang bisa
mengancam. Mengacu pada literatur psikologi perilaku anak dari Jerry
Wykoff, Barbara C. Unell dan Dorothy Law Nolte, anak-anak usia 4 tahun
ke atas perlu dilatih untuk membentuk dan mengambangkan
sense of awareness
atau kewaspadaan pada lingkungan yang membahayakan. Nah, pada olahraga
beladiri, sense of awareness diajarkan lewat metode pelatihan sehari
hari. Karena konsep musuh belum dikenal di usia dini, maka situasi
bahaya itu digambarkan lewat perumpamaan. Disinilah perlu kebijakan
dari pelatih dan orang tua.
Perlu diingat, kita harus hati hati, jangan sampai salah mengajarkan
analisa bahaya pada anak. Kalau sampai salah, anak bisa berkembang jadi
paranoid, memandang setiap orang dengan curiga. Jadi, pola pengajaran
sense of awareness ini
harus dilakukan dengan bijaksana, hati-hati, tidak berlebihan dan tidak
menjadikan anak paranoid. Ancaman dalam kehidupan memang “besar”, tapi
anak jangan ditakuti-takuti. Sikap waspada harus dikembangkan secara
bijak. Beladiri bisa menjadi suatu bagian untuk menghadapi tantangan di
dalam hidup, tapi kapan ilmunya harus dikeluarkan, harus secara bijak
diajarkan. Ingat, pada usia dini, keselamatan anak menjadi tanggungan
orang tua sepenuhnya. Artinya, sikap waspada bisa diajarkan, tapi
keselamatan anak tetap menjadi tanggung jawab orang tua
Penanaman Aspek Sosialisasi Dalam Beladiri
Di tempat latihan bela diri anak akan bertemu dan berinteraksi dengan
banyak orang: ada pelatih, siswa lain, pengurus, bahkan mungkin
orangtua dari teman. Dengan begitu interaksi anak jadi lebih terbuka
sehingga ia bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan kemampuan
bersosialisasinya. Beberapa anak mungkin malu-malu, tugas kita lah
membangun keberaniannya sehingga mampu bersosialisasi dengan baik.
Kadang seorang anak tidak hanya menemukan teman seusianya di tempat
latihan. Dia harus berinteraksi dengan anak yang lebih muda atau lebih
tua yang mengenakan warna sabuk yang sama. Saat inilah anak belajar
menghormati dan menghargai. Anak juga mendapatkan banyak teman yang
tidak hanya teman sekolah atau teman lingkungan rumahnya. Ada banyak
jaringan pertemanan real yang luas yang di dapatnya.
Disinilah perlu kemampuan pelaih untuk mengambangkan teknik
pembelajaran beladiri yang memperbanyak unsur bermain dan mengembangkan
aspek sosialisasi anak. Dunia anak adalah dunia bermain. Kegiatan apa
pun yang kita berikan kepadanya, sebaiknya tak meninggalkan pola
bermain. Anak-anak berkumpul bersama teman sebaya lainnya dan harus
bermain bergembira dengan kegiatannya.
Teman Belajar dan Bukan Lawan Tanding
Sebagai
combat sport beladiri tentu tak lepas dari
“pertarungan”, baik dalam latihan maupun dalam perlombaan. Namun konsep
“musuh” tidak disarankan untuk dikenalkan kepada anak anak Anak jangan
dikenalkan pada konsep musuh. “Siapa itu musuh dan wujudnya kayak apa,
masih terlalu dini untuk dikenalkan pada anak usia dini.” Aspek utama
pada anak usia dini adalah
to grow, berkembang. Untuk membuat dia
tumbuhdan berkembang, harus ada rangsangan dari luar. Itu sebabnya
pembelajaran beladiri pada anak usia dini hanya untuk olahraga dan
pembentukan disiplin, bukan menekankan pada self defense-nya.
Dengan pemahaman bahwa konsentrasi dan kombinasi lompatan yang bagus
akan menghasilkan keberhasilan “menyelamatkan” diri dari suatu
“serangan” yang membahayakan. Maka
sparing partner sebaiknya tidk
dikenalkan. Bagaimanapun, jika sudah menggunakan teman sebagai lawan
tanding, berarti sudah mengarah pada unsur combatting daripada
olahraganya. Bila anak sudah diajarkan bertarung melawan teman pada usia
yang masih dini, maka secara tak sadar akan terbentuk konsep predator
pada dirinya, yaitu mahluk yang suka menaklukkan temannya sendiri.
Olahraga raga ini dinamakan beladiri, (
self defense), bukan
attacking others.
Filosofi dasarnya adalah sifat kesatria yang melawan kalau diserang,
bukan menyerang lebih dulu untuk menunjukkan kejagoannya. Bahkan sedapat
mungkin menghindari perkelahian.
Mengajarkan Beladiri Dengan Konsep Bermain
Bermain dalam tatanan pembelajaran dapat digambarkan sebagai suatu
rentang rangkaian kesatuan yang berujung pada bermain bebas, bermain
dengan bimbingan dan berakhir pada bermain yang diarahkan. Menurut Dr.
Mary Go Setiawani dalam bukunya “Menerobos Dunia Anak” (Yayasan Kalam
Hidup Bandung 2000) bermain memiliki beberapa fungsi antara lain:
- Melatih fisik: Bermain merupakan latihan olahraga yang terbaik bagi
tubuh. Bermain dapat membina kemampuan anak dalam berolahraga,
kecerdasan, dan ketangkasan otak;
- Belajar hidup bersama/berkelompok: Bermain adalah kesempatan yang
baik bagi anak untuk terjun ke dalam kelompok dan belajar menyesuaikan
diri dalam kehidupan yang harmonis di masyarakat;
- Menggali potensi diri sendiri: Dengan bermain, anak diberi
kesempatan untuk menyelesaikan kesulitan dengan kemampuan dirinya
sendiri;
- Mentaati peraturan: Orang dewasa harus membantu anak bersikap
sportif dalam bermain dan membimbing mereka untuk menaati peraturan.
Agar fungsi bermain dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dalam
memilih jenis permainan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut
- Beri permainan yang dapat mengembangkan fisik;
- Perlu ada keseimbangan antara permainan yang bersifat tenang dan yang banyak bergerak dalam ruangan atau di luar ruangan;
- Berikan macam-macam permainan untuk memusatkan perhatian mereka;
- Sediakan permainan atau kegiatan yang bertujuan memberikan pengalaman belajar bagi mereka;
- Pilihlah permainan yang sesuai dengan usia mereka;
- Persiapkan seorang atau orang dewasa untuk memimpin mereka dalam bermain atau berekreasi;
- Berikan kesempatan untuk menggunakan daya imaginasi dan kreativitas mereka.
Aktivitas bermain tanpa disadari merupakan bagian dari gerak dasar
beladiri seperti menendang, memukul, mengelak, menghindar, atau berlari.
Dasar beladiripun pada dasarnya sudah dimiliki seseorang sejak lahir
seperti bayi yang biasa menendangkan kaki atau memukul-mukulkan
tangannya. Dari beberapa teknik dasar dalam beladiri, tidak semuanya
bisa disampaikan atau cocok untuk anak usia dini, pelatih/orang tua
harus pandai-pandai dalam memilih atau menentukan teknik dan gerakan
yang sesuai. Dalam menyampaikan teknik dasar beladiri, juga harus tetap
mengandung unsur bermain dan mengembangkan aspek sosialisasi termasuk
dalam menggunakan bahasa/istilah yang digunakan bisa diubah agar tidak
terkesan keras/kasar.
Model pembelajaran bermain pencak silat harus dikemas sedemikian rupa
agar tidak menimbulkan kesan kekerasan atau permusuhan tetapi dibuat
agar timbul rasa senang pada anak dan juga harus memperhatikan faktor
keselamatan anak. Dalam menentukan jenis permainan harus memperhatikan
prinsip memilih jenis permainan dan juga memperhatikan prinsip-prinsip
bermain.
Dalam mengajarkan beladiri kapada anak usia dini, baik pelatih maupun
orang tua harus memiliki model pembelajaran/pelatihan tepat yang
arahnya lebih pada pembentukan kesehatan dan bermanfaat bagi
perkembangan psikomotorik anak. Model pembelajaran bermain beladiri yang
tepat dapat menciptakan suasana senang dan ceria untuk anak sehingga
tanpa disadari anak telah menerima pembelajaran/pelatihan beladiri
mekipun dalam bentuk permainan. Tentusaja disertai dengan pendampingan
dan penanaman nilai filosofi yang terus menerus pada pemikiran dan jiwa
si anak.
Sebagai saran tambahan, untuk anak usia dini, pilihlah jenis olahraga
beladiri yang tak menggunakan alat tapi lebih mengandalkan gerakan
seperti lompatan dan tendangan. Ketauhilah minat anak terlebih dahulu.
Jangan memaksakan anak untuk belajar beladiri ataupu memilih jenis
beladiri tertentu.
Selain itu, pelatihnya juga harus tahu perkembangan fisik dan
psikologi anak, maupun sturuktur pertumbuhan anak. Anak dengan postur
tubuh apa pun dapat mengikuti olahraga beladiri. Namun bila si kecil
punya penyakit tertentu semisal asma atau jantung, beritahu
instrukturnya agar porsi latihan atau gerakan-gerakannya tak
membahayakan si kecil.
Pelatih harus memiliki pengetahuan tentang pertumbuhan fisik anak,
agar dapat mengetahui intensitas dan kekuatan tendangan serta lompatan
pada anak, hingga tak mencederai tungkai maupun otot-otot kaki anak yang
sedang tumbuh serta mencederai temannya. Selalu sediakan P3K dan
pelatih memiliki pengetahuan tentang keadaan darurat seperti anak
terjatuh. Untuk menghindari kemungkinan si kecil cedera saat
mempraktekkan teknik tendangan/lompatan di rumah, sebaiknya orang tua
hadir selama anak latihan. Dengan begitu, orang tua bisa melihat teknik
yang benar yang diajarkan dan membetulkannya kala anak mempraktekkannya
di rumah.
Sistem memberikan hukuman pada anak dalam pelatihan beladiri juga
sangat tidak dianjurkan. Anak memang harus disiplin dan patuh mengikuti
instruksi, tapi bila anak melakukan kesalahan tak ada hukuman fisik apa
pun yang diterapkan. Hal ini karena konsep utama pelatihan adalah
bermain.Dalam pembelajaran beladiri pada anak sebaiknya tidak mengenal
kenaikan tingkat untuk menghindari kecemburuan yang kerap terjadi pada
anak-anak usia dini.
Selamat berlatih anak anak.