Arachely Serena Pramudya (3y7m) jalan-jalan mengunjungi Desa Pampang, sebuah desa budaya yang berlokasi di Sungai Siring, Kota Samarinda, Kalimantan Timur dan merupakan objek wisata andalan kota Samarinda
Pampang adalah suatu daerah di sei siring yang termasuk ke dalam wilayah Samarinda, Kalimantan Timur. Pampang merupakan kawasan wisata adat dayak yang telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya kota Samarinda.
Pampang adalah suatu daerah di sei siring yang termasuk ke dalam wilayah Samarinda, Kalimantan Timur. Pampang merupakan kawasan wisata adat dayak yang telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya kota Samarinda.
Cara Menuju Desa Budaya Dayak di Pampang
Kampung adat dayak atau desa budaya dayak
di pampang berada di jalan poros samarinda-bontang km 5. Bila anda dari
balikpapan (Bandara Sepinggan), anda dapat menggunakan jalan soekarno
hatta menuju samarinda. Anda dapat menyusuri jalan di bantaran sungai
mahakam dari loa janan, melewati PLTD Sei Keledang, hingga menyeberangi
sungai mahakam via jembatan mahakam. Dari dalam kota, anda dapat
mengambil jalan p.antasari hingga simpang empat, anda mengambil jalan
djuanda. Dari jalan djuanda, anda akan menemukan simpang empat lampu
merah, dan ambil jalur kanan menuju mall lembuswana. Tidak jauh setelah
melewati mall lembuswana, anda akan menemukan kembali simpang empat dan
silahkan mengambil jalur kiri menuju jalan cendrawasih. Telusuri terus
jalan ini sampai menemukan simpang tiga perumahan aalayah, silahkan anda
mengambil jalur kanan dan terus mencapai jalan poros samarinda-bontang.
Kampung adat dayak pampang berada di sebelah kiri dari jalan poros
samarinda-bontang tersebut. Waktu tempuh yang dibutuhkan bila anda dari
balikpapan adalah 4 jam.
Bila anda ingin menginap di samarinda,
jangan takut karena banyak sekali hotel dan penginapan mulai kelas
melati hingga hotel bintang empat. Sebut saja Aston, Bumi Senyiur, Grand
Viktoria, Swiss Bell, Mesra, Radja, dan berbagai hotel lainnya.
Mengenal Sekilas Suku Dayak
Secara harafiah, kata “Dayak” berarti
orang yang berasal dari pedalaman atau gunung. Oleh karena itu, orang
Dayak berarti orang gunung atau orang pedalaman. Menurut kepercayaan Dayak,
terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke
mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini
yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang
sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak pulau
kalimantan itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan
“Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak,
sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari
langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ). Namun,
berdasarkan catatan sejarah, semua suku yang berada di Indonesia berasal
dari ras austronesia yang berasal dari dataran Cina sekitar 3500-1500
SM.
Pembagian lama Suku Dayak terdiri atas enam Stanmenras atau rumpun yakni:
- rumpun Klemantan alias Kalimantan
- rumpun Iban
- rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau
- rumpun Murut
- rumpun Ot Danum-Ngaju
- rumpun Punan
Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam
kurang lebih 405 sub-etnis. Suku Dayak memiliki berbagai budaya yang
menarik bila digali lebih dalam, seperti upacara penguburan dan
tari-tarian.
Sejarah Suku Dayak di Pampang, Samarinda
Berdasarkan situs wikipedia, sekitar
tahun 1960-an, Suku Dayak Apokayan dan Kenyah yang saat itu berdomisili
di wilayah Kutai Barat dan Malinau, hijrah lantaran tak mau bergabung
atau tak ingin ikut ke wilayah Malaysia dengan motif dan harapan taraf
pendapatan atau ekonomi yang menjanjikan. Rasa nasionalisme mereka
inilah yang membuat mereka memilih tetap bergabung dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka menempuh perjalanan dan
berpindah-pindah selama bertahun-tahun, hanya dengan berjalan kaki.
Untuk menyambung hidup, mereka singgah di tempat-tempat yang dilaluinya
dan berladang. Kehidupan mereka terus berpindah-pindah untuk berladang.
Sehingga akhirnya mereka sampai di kawasan Pampang. Akhirnya mereka
hidup di Desa Pampang dan melakukan berbagai kegiatan masyarakat,
seperti bergotong-royong, merayakan natal, dan panen raya.
Lalu, di bulan Juni 1991, Gubernur Kaltim
HM Ardans mencanangkan dan meresmikan Desa Pampang sebagai Desa Budaya.
Pemerintah merasa antusias bahwa desa budaya ini memiliki kegiatan
positif yang bisa menjadi aset wisata unggulan baik di tingkat lokal
bahkan hingga mancanegara.
Desa Budaya Dayak di Pampang
Pada akhir Mei 2014, saya beserta 5 orang
kawan saya berkesempatan mengunjungi desa budaya dayak pampang di
Samarinda. Kami memulai perjalanan dari daerah Loa Janan menuju Pampang,
Sei Siring.
Add caption |
Setelah anda melewati pintu gerbang yang
bertuliskan Desa Pampang, anda akan menelusuri jalan desa yang mayoritas
badan jalan dalam keadaan baik, karena mayoritas badan jalan sudah
dicor beton.
Kurang lebih 10 menit perjalanan memasuki
kawasan desa pampang menelusuri jalan desa, anda akan menemukan gerbang
selamat datang di desa budaya pampang. Terlihat Bank BNI 46, selain
VICO, menjadi salah satu sponsor untuk mempopulerkan desa budaya ini.
Salah satu wujud nyata yang baik dari perusahaan untuk mempopulerkan
desa pampang, sama halnya dengan Tubing di Sungai Oya yang disponsori
oleh Bank BCA.
Kawasan wisata desa pampang ini merupakan
sebuah area berupa rumah lamin besar dengan halaman yang luas seperti
balai pertemuan dengan bangunan lain di sisi kiri-kanan yang menjadi
tempat berjualan souvenir berupa pernak-pernik khas kalimantan.
Ada beberapa item yang menurut saya sangat khas setiap menjumpai rumah lamin, yaitu :
1. Tangga. Tangga untuk naik ke dalam
rumah terbuat dari kayu pohon. Bentuk tangga ini tidak berbeda antara
rumah para bangsawan dan rakyat biasa.
2. Patung Blontang. Disekeliling Rumah
Lamin banyak ditemui patung-patung Blontang yang menggambarkan
dewa-dewa sebagai penjaga rumah atau kampung.
3. Kepala Naga Pada Ujung Atap Rumah.
Ujung pada atap rumah biasa diberi hiasan kepala naga sebagai simbol
keagungan, budi luhur, dan kepahlawanan.
4. Rumah Panggung dengan dinding
berupa papan kayu dimana dari info yang diterima, dulu kala, bagian
bawah rumah biasa digunakan untuk ternak.
Sayangnya waktu yang kami ambil saat
berkunjung di Desa Budaya Pampang, tidak pas karena berada di hari Kamis
sehingga saya tidak dapat melihat acara rutin pagelaran tarian suku
dayak yang biasa dilakukan setiap hari Minggu pukul 14.00 – 15.00.
Berdasarkan informasi yang diterima, untuk melihat pagelaran tersebut,
pengunjung dikenakan biaya Rp 5.000.
Saat memasuki rumah lamin, anda akan
ditemukan dengan kepala pengelola rumah lamin dan mengharuskan setiap
rombongan pengunjung mengisi buku tamu, cukup satu orang saja yang
menuliskan buku tamu tersebut dengan mencantumkan jumlah rombongan yang
ada. Biaya yang dikenakan untuk memasuki rumah lamin ini adalah sebesar
Rp 25.000 / rombongan.
Karena kami tidak dapat melihat berbagai
tari dan adat istiadat lainnya, kami memutuskan berfoto bersama dengan
orang-orang suku dayak dengan menggunakan baju adat dayak. Biaya yang
dikenakan untuk berfoto bersama seorang suku dayak adalah Rp 25.000 dan
biaya untuk menyewa baju adat dayak lengkap adalah Rp 25.000. Waktu itu,
kami berfoto bersama enam orang suku dayak dan menyewa tiga pakaian
adat lengkap untuk berfoto bersama. Bila anda ingin berfoto bersama
anak-anak suku dayak, anda dikenakan biaya Rp 60.000 / 3 kali foto.
Setelah puas dengan berfoto bersama, kami
pun melipir ke area samping bangunan rumah lamin dan melihat-lihat
cinderamata yang ditawarkan. Cinderamata yang ditawarkan berupa gelang
akar bahar, gelang manik-maik dan berbagai gelang batu, tas anyaman,
topi adat, kalung gigi beruang, kalung gigi babi, dan berbagai jenis
cinderamata lainnya yang menarik.
Saya sangat tertarik saat melihat ada
seorang penjual yang sangat khas karena masih memegang tradisi mengenai
telinga panjang, atau biasa disebut dengan tradisi Mucuk
Penikng. Proses pemanjangan cuping telinga mulai dilakukan sejak bayi.
Hal ini umumnya dikaitkan dengan tingkatan sosial seseorang dalam
masyarakat Dayak. Di kalangan masyarakat Dayak Kayan, pemanjangan cuping
daun telinga ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam berbentuk
lingkaran gelang atau berbentuk gasing ukuran kecil. Dengan pemberat ini
daun telinga akan terus memanjang hingga beberapa sentimeter. Di
beberapa daerah, telinga cuping panjang digunakan sebagai identitas yang
menunjukkan umur seseorang. Begitu bayi lahir, ujung telinganya diberi
manik-manik yang cukup berat. Jumlah manik-manik yang menempel di
telinganya akan bertambah satu untuk setiap tahun.