Senin, 21 Maret 2016

Desa Dayak Pampang Samarinda, Budaya Suku Dayak yang masih terjaga



Arachely Serena Pramudya (3y7m) jalan-jalan mengunjungi Desa Pampang, sebuah desa budaya yang berlokasi di Sungai Siring, Kota Samarinda, Kalimantan Timur dan merupakan objek wisata andalan kota Samarinda


Pampang adalah suatu daerah di sei siring yang termasuk ke dalam wilayah Samarinda, Kalimantan Timur. Pampang merupakan kawasan wisata adat dayak yang telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya kota Samarinda.
Cara Menuju Desa Budaya Dayak di Pampang
Kampung adat dayak atau desa budaya dayak di pampang berada di jalan poros samarinda-bontang km 5. Bila anda dari balikpapan (Bandara Sepinggan), anda dapat menggunakan jalan soekarno hatta menuju samarinda. Anda dapat menyusuri jalan di bantaran sungai mahakam dari loa janan, melewati PLTD Sei Keledang, hingga menyeberangi sungai mahakam via jembatan mahakam. Dari dalam kota, anda dapat mengambil jalan p.antasari hingga simpang empat, anda mengambil jalan djuanda. Dari jalan djuanda, anda akan menemukan simpang empat lampu merah, dan ambil jalur kanan menuju mall lembuswana. Tidak jauh setelah melewati mall lembuswana, anda akan menemukan kembali simpang empat dan silahkan mengambil jalur kiri menuju jalan cendrawasih. Telusuri terus jalan ini sampai menemukan simpang tiga perumahan aalayah, silahkan anda mengambil jalur kanan dan terus mencapai jalan poros samarinda-bontang. Kampung adat dayak pampang berada di sebelah kiri dari jalan poros samarinda-bontang tersebut. Waktu tempuh yang dibutuhkan bila anda dari balikpapan adalah 4 jam.
Bila anda ingin menginap di samarinda, jangan takut karena banyak sekali hotel dan penginapan mulai kelas melati hingga hotel bintang empat. Sebut saja Aston, Bumi Senyiur, Grand Viktoria, Swiss Bell, Mesra, Radja, dan berbagai hotel lainnya.
Mengenal Sekilas Suku Dayak
Secara harafiah, kata “Dayak” berarti orang yang berasal dari pedalaman atau gunung. Oleh karena itu, orang Dayak berarti orang gunung atau orang pedalaman. Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak pulau kalimantan itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ). Namun, berdasarkan catatan sejarah, semua suku yang berada di Indonesia berasal dari ras austronesia yang berasal dari dataran Cina sekitar 3500-1500 SM.
Pembagian lama Suku Dayak terdiri atas enam Stanmenras atau rumpun yakni:
  1. rumpun Klemantan alias Kalimantan
  2. rumpun Iban
  3. rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau
  4. rumpun Murut
  5. rumpun Ot Danum-Ngaju
  6. rumpun Punan
Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-etnis. Suku Dayak memiliki berbagai budaya yang menarik bila digali lebih dalam, seperti upacara penguburan dan tari-tarian.



Sejarah Suku Dayak di Pampang, Samarinda
Berdasarkan situs wikipedia, sekitar tahun 1960-an, Suku Dayak Apokayan dan Kenyah yang saat itu berdomisili di wilayah Kutai Barat dan Malinau, hijrah lantaran tak mau bergabung atau tak ingin ikut ke wilayah Malaysia dengan motif dan harapan taraf pendapatan atau ekonomi yang menjanjikan. Rasa nasionalisme mereka inilah yang membuat mereka memilih tetap bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka menempuh perjalanan dan berpindah-pindah selama bertahun-tahun, hanya dengan berjalan kaki. Untuk menyambung hidup, mereka singgah di tempat-tempat yang dilaluinya dan berladang. Kehidupan mereka terus berpindah-pindah untuk berladang. Sehingga akhirnya mereka sampai di kawasan Pampang. Akhirnya mereka hidup di Desa Pampang dan melakukan berbagai kegiatan masyarakat, seperti bergotong-royong, merayakan natal, dan panen raya.
Lalu, di bulan Juni 1991, Gubernur Kaltim HM Ardans mencanangkan dan meresmikan Desa Pampang sebagai Desa Budaya. Pemerintah merasa antusias bahwa desa budaya ini memiliki kegiatan positif yang bisa menjadi aset wisata unggulan baik di tingkat lokal bahkan hingga mancanegara.
Desa Budaya Dayak di Pampang
Pada akhir Mei 2014, saya beserta 5 orang kawan saya berkesempatan mengunjungi desa budaya dayak pampang di Samarinda. Kami memulai perjalanan dari daerah Loa Janan menuju Pampang, Sei Siring.



Add caption





























Setelah anda melewati pintu gerbang yang bertuliskan Desa Pampang, anda akan menelusuri jalan desa yang mayoritas badan jalan dalam keadaan baik, karena mayoritas badan jalan sudah dicor beton.
Kurang lebih 10 menit perjalanan memasuki kawasan desa pampang menelusuri jalan desa, anda akan menemukan gerbang selamat datang di desa budaya pampang. Terlihat Bank BNI 46, selain VICO, menjadi salah satu sponsor untuk mempopulerkan desa budaya ini. Salah satu wujud nyata yang baik dari perusahaan untuk mempopulerkan desa pampang, sama halnya dengan Tubing di Sungai Oya yang disponsori oleh Bank BCA.
Kawasan wisata desa pampang ini merupakan sebuah area berupa rumah lamin besar dengan halaman yang luas seperti balai pertemuan dengan bangunan lain di sisi kiri-kanan yang menjadi tempat berjualan souvenir berupa pernak-pernik khas kalimantan.
Rumah Lamin Desa Budaya Pampang
Ada beberapa item yang menurut saya sangat khas setiap menjumpai rumah lamin, yaitu :
   1. Tangga. Tangga untuk naik ke dalam rumah terbuat dari kayu pohon. Bentuk tangga ini    tidak berbeda antara rumah para bangsawan dan rakyat biasa.
   2. Patung Blontang. Disekeliling Rumah Lamin banyak ditemui patung-patung Blontang yang  menggambarkan dewa-dewa sebagai penjaga rumah atau kampung.
   3. Kepala Naga Pada Ujung Atap Rumah. Ujung pada atap rumah  biasa diberi hiasan kepala  naga sebagai simbol keagungan, budi luhur, dan kepahlawanan.
   4. Rumah Panggung dengan dinding berupa papan kayu dimana dari info yang diterima, dulu  kala, bagian bawah rumah biasa digunakan untuk ternak.
Sayangnya waktu yang kami ambil saat berkunjung di Desa Budaya Pampang, tidak pas karena berada di hari Kamis sehingga saya tidak dapat melihat acara rutin pagelaran tarian suku dayak yang biasa dilakukan setiap hari Minggu pukul 14.00 – 15.00. Berdasarkan informasi yang diterima, untuk melihat pagelaran tersebut, pengunjung dikenakan biaya Rp 5.000.
Foto Bersama Tetua Suku Dayak Pampang
Saat memasuki rumah lamin, anda akan ditemukan dengan kepala pengelola rumah lamin dan mengharuskan setiap rombongan pengunjung mengisi buku tamu, cukup satu orang saja yang menuliskan buku tamu tersebut dengan mencantumkan jumlah rombongan yang ada. Biaya yang dikenakan untuk memasuki rumah lamin ini adalah sebesar Rp 25.000 / rombongan.
Karena kami tidak dapat melihat berbagai tari dan adat istiadat lainnya, kami memutuskan berfoto bersama dengan orang-orang suku dayak dengan menggunakan baju adat dayak. Biaya yang dikenakan untuk berfoto bersama seorang suku dayak adalah Rp 25.000 dan biaya untuk menyewa baju adat dayak lengkap adalah Rp 25.000. Waktu itu, kami berfoto bersama enam orang suku dayak dan menyewa tiga pakaian adat lengkap untuk berfoto bersama. Bila anda ingin berfoto bersama anak-anak suku dayak, anda dikenakan biaya Rp 60.000 / 3 kali foto.

Setelah puas dengan berfoto bersama, kami pun melipir ke area samping bangunan rumah lamin dan melihat-lihat cinderamata yang ditawarkan. Cinderamata yang ditawarkan berupa gelang akar bahar, gelang manik-maik dan berbagai gelang batu, tas anyaman, topi adat, kalung gigi beruang, kalung gigi babi, dan berbagai jenis cinderamata lainnya yang menarik.
Pusat Cinderamata Desa Budaya Pampang
Saya sangat tertarik saat melihat ada seorang penjual yang sangat khas karena masih memegang tradisi mengenai telinga panjang, atau biasa disebut dengan tradisi Mucuk Penikng. Proses pemanjangan cuping telinga mulai dilakukan sejak bayi. Hal ini umumnya dikaitkan dengan tingkatan sosial seseorang dalam masyarakat Dayak. Di kalangan masyarakat Dayak Kayan, pemanjangan cuping daun telinga ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang atau berbentuk gasing ukuran kecil. Dengan pemberat ini daun telinga akan terus memanjang hingga beberapa sentimeter. Di beberapa daerah, telinga cuping panjang digunakan sebagai identitas yang menunjukkan umur seseorang. Begitu bayi lahir, ujung telinganya diberi manik-manik yang cukup berat. Jumlah manik-manik yang menempel di telinganya akan bertambah satu untuk setiap tahun.